Suku Sunda – Asal, Bahasa, Kepercayaan, Seni Budaya, Rumah Budpekerti & Abjad


Suku Sunda yakni kalangan etnis penduduk yang dominan mendiami barat Pulau Jawa atau Tatar Pasundan. Selain itu, suku ini juga tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Suku Sunda sebagian besar terfokus di Jawa Barat, Banten, dan Jakarta. Menurut data sensus 2003, populasi orang Sunda di Indonesia mencapai 34 juta jiwa.





Keunikan dari orang Sunda yakni gampang dipersatukan melalui bahasa Sunda dan budayanya. Etnis Sunda yaitu kalangan penduduk yang sungguh menjunjung tinggi akhlak istiadat peninggalan leluhur mereka.






Asal Kata Sunda





Kata Sunda berasal dari kata “sund” atau “sudsha” dari bahasa Sansekerta. Kata tersebut memiliki makna jelas, bersinar, putih, berkilau. Banyak yang beranggapan sebutan tersebut ditujukan kepada orang Sunda sebab lazimnya mempunyai warna kulit yang bersih. Namun hal ini pasti cuma sebuah pikiran yang belum dapat dibuktikan kebenarannya.





Selain itu, dalam bahasa Bali dan Kawi (Jawa Kuno) pun terdapat kata Sunda. Artinya kurang lebih sama, yaitu bersih, murni, suci, tak bernoda, tak bercela.





Orang Sunda mengartikan asal kata ini sebagai pengamalan sifat sehari-hari dalam etos atau abjad yang disebut Kasundaan. Karakter ini dijadikan pemikiran menuju keutamaan hidup.





Karakter yang dianut orang Sunda yakni cageur yang berarti sehat, bageur yang bermakna baik, bener berarti benar, singer bermakna mawas diri, wanter mempunyai arti berani, dan pinter berarti pandai. Karakter Kasundaan telah diaplikasikan masyarakat Sunda semenjak dulu, tepatnya sejak jaman Kerajaan Salakanagara, Tarumanegara, Sunda-Galuh, Pajajaran, bahkan sampai sekarang.





Sedangkan nama Sunda telah dipakai oleh raja Purnawarman pada tahun 397 untuk menyebut ibukota Kerajaan Tarumanegara yang kekuasaannya mulai surut. Kemudian pada tahun 680, Tarusbawa seorang penguasa Tarumanegara pada kurun ke-14 menggantu nama Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda.





Karakter Orang Sunda





Orang Sunda dikenal ramah, periang, optimistis, sopan, dan condong menjalani keseharian yang sederhana. Bangsa Portugis juga mencatat dalam Suma Oriental, bahwa orang Sunda memiliki sifat yang pemberani dan jujur. Sifat-sifat ini merupakan bab dari karakteristik penduduk Sunda, maupun orang Indonesia secara umum.





Sejarah juga mencatat bahwa suku Sunda adalah kelompok yang pertama kali melaksanakan kekerabatan diplomatis dengan bangsa lain secara sejajar. Pada abad ke-15 terjalin hubungan diplomatis antara Sunda dengan bangsa Portugis yang menciptakan Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal.





Perjanjian ini dijalankan oleh Raja Samian atau sebutan lainnya yaitu Sang Hyang Surawisesa. Ia ialah raja pertama dari tanah air yang melakukan perjanjian dengan bangsa lain. Hal yang perlu digarisbawahi adalah persetujuanini dijalankan secara sejajar, bukan karena terpaksa.





Di era terbaru, beberapa tokoh politik juga cukup banyak yang berasal dari etnis Sunda. Mulai dari menteri hingga wakil presiden. Selain posisi penting dalam bidang pemerintahan, orang Sunda juga banyak yang menggeluti bidang seni. Banyak musisi, aktor, dan penyanyi terkemuka semenjak dahulu sampai sekarang yang berasal dari Sunda.





Bahasa Sunda





Bahasa Sunda sampai kini masih lestari dan umumnya dipakai di daerah pedesaan dan kota-kota kecil. Sementara itu, di kota-kota besar mirip Bandung, Bogor, dan Tangerang, masyarakatnya lebih sering bertutu dengan bahasa Indonesia. Meski begitu, tetap ada logat Sunda yang kental dalam setiap pengucapannya.





Bahasa Sunda berisikan beberapa dialek, antara lain:





  • Dialek Barat digunakan di daerah Banten dan disebut juga sebagai Bahasa Sunda Banten
  • Dialek Utara dipakai di Sunda Utara seperti Bogor dan beberapa daerah Pantura
  • Dialek Selatan banyak dipakai di Priangan yang digunakan di Bandung dan sekitarnya
  • Dialek  Timur Laut digunakan di sekitar Kuningan dan Cirebon, alasannya itu disebut juga selaku Bahasa Sunda Cirebon
  • Dialek Tengah Timur dipakai di Indramayu dan Majalengka
  • Dialek Tenggara dipakai di Ciamis dan sekitarnya, dan juga di Banyumas dan Cilacap yang sudah masuk kawasan Jawa Tengah.




Kepercayaan Suku Sunda





Sebagian besar orang Sunda adalah pemeluk agama Islam, ialah sekitar 99%. Sisanya memeluk agama Kristen dan Sunda Wiwitan. Kepercayaan Sunda Wiwitan adalah dogma tradisional warisan leluhur yang masih dianut oleh beberapa komunitas Sunda di pedesaan, contohnya di Kuningan dan masyarakat Baduy di Lebak, Banten.





sunda wiwitan




Selain agama dan doktrin, orang Sunda juga mempunyai persepsi hidup tersendiri yang ialah warisan nenek moyang mereka. Pandangan hidup ini tidak berlawanan dengan agama, karena itu mampu berlangsung berdampingan. Kandungan dan nilai-nilai di dalam persepsi hidup ini juga ada di dalam agama yang dipeluk, khususnya agama Islam.





Kesenian Suku Sunda





Meski beberapa kesenian Sunda ada yang punah, tetapi lumayan banyak kesenian tradisional suku Sunda yang masih lestari hingga sekarang. Contohnya adalah seni tari yang paling populer, ialah Tari Jaipong.





Akan tetapi bergotong-royong Tari Jaipong tergolong tarian kontemporer atau terbaru, alasannya merupakan adaptasi dari tari tradisional Ketuk Tilu. Musik yang menghentak dengan suara kendang yaitu salah satu ciri Tari Jaipong. Tarian ini dapat dilaksanakan sendiri, berpasangan, atau secara berkelompok.









Selain kesenian tari tempat, ada pula seni musik Sunda. Misalnya yaitu iringan musik Tari Jaipong yang memakai gamelan khas Sunda, adalah Degung.





Jika diibaratkan, Degung nyaris sama dengan orkestra di Eropa. Alat-alat musik yang dipakai bermacam-macam, adalah go’ong, sarin, gendang, kacapi, suling, angklung, dan lain -lain. Masyarakat Sunda juga memiliki banyak lagu daerah yang cukup populer, mirip Es Lilin, Manuk Dadali, Bubuy Bulan, dan Tokecang.





Bentuk kesenian lain yang terkenal yakni Wayang Golek yang merupakan sandiwara dengan menggunakan boneka kayu. Orang yang memainkan wayang golek disebut selaku Dalang.





Biasanya, seorang Dalang wayang golek andal dalam menirukan berbagai bunyi. Sehingga saat mementaskan sandiwara akan tampak lebih hidup. Saat dipentaskan, wayang golek juga diiringi dengan Degung dan juga diiringi dengan kemerduan bunyi seorang sinden.





Cerita yang dibawakan pada pentaswayang golek umumnya perihal kebaikan dan kejahatan. Kisah Ramayana dan Perang Baratayudha yakni beberapa kisah yang paling populer. Dalam perkembangannya, wayang golek juga dipentaskan dengan tema komedi. Tokoh bernama Cepot yakni yang paling dinanti penonton.





Rumah Adat Suku Sunda





Berbeda dengan rumah adat banyak suku di Indonesia yang kerap kali menampakkan kemewahan dan kemegahan, rumah adab Suku Sunda tampaksederhana. Hal ini sejalan dengan salah satu karakteristik masyarakat Sunda yang dikenal bersahaja.









Bentuk rumah tradisional Sunda yaitu rumah panggung dengan tinggi sekitar 0,5 sampai 0,8 meter dari permukaan tanah. Ada juga yang meraih 1 meter.





Tinggi rumah dibuat tidak terlalu tinggi ketimbang rumah etika lainnya. Bagian kolong rumah biasanya dipakai untuk kandang ternak, seperti kuda dan sapi. Selain itu, mampu juga dipakai untuk menyimpan alat-alat pertanian seperti garu, cangkul, dan bajak.





Karena ialah rumah panggung, untuk masuk ke tempat tinggal digunakan tangga yang terletak bab depan yang dinamakan Golodog. Tangga ini juga dipakai untuk membersihkan kaki supaya tidak mengotori rumah.





Atap rumah Sunda memiliki bentuk yang beragam. Perbedaan atap ini juga dicerminkan dari namanya. Contohnya yaitu Rumah Jubleg Nangkub, Jolipong, Capit Gunting, Bula Pongpok, Tagog Anjing, dan Badak Heuay.





Penamaan rumah budpekerti Sunda sebenarnya menggambarkan bahwa masyarakatnya sangat menghargai segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Beberapa rumah mengambil nama-nama hewan. Hal ini membuktikan kedekatan mereka dengan makhluk hidup yang di lingkungan mereka.





Selain itu, dalam pembangunannya tidak dipakai paku atau unsur besi, melainkan memakai bahan-materi dari alam seperti sabut kelapa dan ijuk sebagai pengikat.





Aksara & Bahasa Sunda





Masyarakat sunda telah mengenal tulisan atau karakter sejak periode ke-14. Aksara sunda disebut juga dengan karakter ngalagena dan merupakan salah satu warisan budaya yang sangat berguna.





Peninggalan huruf sunda ditemukan pada bukti sejarah berupa Prasasti Kawali atau Prasasti Astana Gede yang dibangun untuk mengenang Prabu Niskala Wastukencana yang memerintah di Kawali, Ciamasi antara tahun 1371 sampai 1475.





Seiring perkembangan zaman, penggunaan abjad sunda mengalami penurunan. Hal ini sama nasibnya dengan penggunaan abjad jawa. Oleh sebab, diperlukan generasi mendatang dapat mempelajari dan melastarikan warisan huruf orisinil tanah air.





Sistem Kekerabatan Suku Sunda





Dalam kehidupan keluarga, masyarakat sunda mengenal metode relasi bilateral, baik untuk keturunan ayah maupun ibu. Bentuk keluarga dalam tata masyarakat sunda disebut Keluarga Batih, terdiri dari suami, istri dan bawah umur.





Berikut ialah sebutan untuk tujuh generasi ke bawah dan ke atas Sunda, antara lain:





  • Tujuh generasi ke atas: udik, embah, buyut, bao, jangga wareng, udeg-udeg, dan gantung siwur.
  • Tujuh generasi ke bawah: anak, incu, buyut, bao, jangga wareng, udeg-udeg, dan gantung siwur.





Comments

Popular posts from this blog

Sorgum / Gandrung – Asal Tanaman, Manfaat, Kandungan & Budidaya

See Clearly in Style with Clear Aviator Glasses: Top Picks for Fashion-Forward Eyewear

Suku Batak – Sejarah, Dogma, Kebudayaan & Daftar Marga Lengkap